lestarikan budaya Nasional

lestarikan budaya Nasional
pendidikan jalan merintis hidup bahagia

Jumat, 20 Mei 2011

KLIPING INFLASI INDONESIA TAHUN 2003


PENDAHULUAN


Inflansi adalah suatu keadaan ekonomi dimana terjadi kecenderungan naiknya harga barang-barang secara umum secara terus menerus sehingga berakibat nilai uang menjadi turun.
Sebetulnya pada tahun-tahun sebelumnya sudah terjadi inflasi tetapi pada tahun 2003 adalah inflansi yang paling rendah yang terjadi di Negara kita Indonasia di bawah pimpinan Presiden Megawati. Pada tahun tersebut harga barang-barang pokok melonjak drastis. Walau pun tahun 2003 bukanlah tahun pertama terjadinya inflansi. Banyak penyebab yang mengakibatkan terjadinya inflasi, faktor-faktor tersebut akan di jelaskan pada isi makalah ini. Dan juga kami tak lupa pula mecantumkan barang-barang yang terkena inflasi.




















DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL..................................................................................      
MOTTO..................................................................................................
KATA PENGANTAR .................................................................................
PENDAHULUAN......................................................................................
DAFTAR ISI ............................................................................................
BAB I    Bank Indonesia tetapkan sasaran Inflasi 2003 sebesar 9%
A.    Evaluasi Perekonomian tahun 2002.....................................
B.     Prospek & Arah kebijakan tahun 2003.................................
BAB II   Inflasi terendah dalam 5 tahun terakhir...................................
BAB III  Inflasi lebih rendah dari target..................................................
A.    Pada bulan November 2003 terjadi Inflasi 1,01% .......................
B.     Kesejahteraan petani secara relative turun 0,41%
pada September 2003...................................................................
C.    PDB Indonesia dari Triwulan III tahun 2003 meningkat
sebesar 2,93%...............................................................................
D.   Pada bulan Oktober 2003 terjadi Inflasi 0,55%...........................
E.     Inflasi bulan September 2003 sebesar 0,36%...............................
F.      Nilai tukar petani (NTP) bulan Juli 2003 secara Nasional
turun 3,09%.................................................................................
BAB IV  Harga BBM naik, mampukah Inflasi dikendalikan?..................
PENUTUP................................................................................................
                                                   












BAB 1

BANK INDONESIA TETAPKAN SASARAN
INFLASI 2003 SEBESAR 9%


Dengan mempertimbangkan prospek pertumbuhan ekonomi dan perkembangan nilai tukar serta dampak kebijakan Pemerintah di bidang harga dan pendapatan, Bank Indonesia menetapkan sasaran inflasi tahun 2003 sebesar 9% dengan deviasi sebesar +1%. Sasaran inflasi tersebut juga konsisten dengan upaya Bank Indonesia menurunkan inflasi dalam jangka menengah panjang yang telah ditetapkan sebelumnya sebesar 6-7% pada tahun 2006. Untuk mencapai sasaran inflasi tersebut, kebijakan moneter tahun 2003 diarahkan untuk mencapai sasaran pertumbuhan uang primer rata-rata sekitar 13%, yang masih memungkinkan adanya peluang penurunan suku bunga. Demikian salah satu kesimpulan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia Bulan Januari 2003, tanggal 8 Januari 2003 yang membahas Evaluasi Perkembangan Perekonomian Tahun 2002, Prospek Perekonomian, dan Arah Kebijakan Bank Indonesia Tahun 2003. Terkait dengan agenda RDG tersebut, pada hari sebelumnya tanggal 7 Januari 2003 Bank Indonesia juga telah menyelenggarakan Rapat Koordinasi dengan Pemerintah yang dihadiri oleh Menko Perekonomian, Menteri Keuangan, Meneg. BUMN, Meneg. Koperasi dan UKM, Menperindag, dan Kepala BPPN.

A. Evaluasi Perekonomian Tahun 2002

Selama tahun 2002, secara umum kondisi ekonomi dan moneter Indonesia menunjukkan perkembangan yang positif walaupun pertumbuhan ekonomi tidak seperti yang diperkirakan semula. Kebijakan moneter dan fiskal yang konsisten didukung oleh beberapa kemajuan yang dicapai dalam restrukturisasi ekonomi selama tahun 2002 telah membantu tercapainya kestabilan ekonomi dan moneter. Nilai tukar menguat secara signifikan dengan pergerakan yang stabil, uang primer berada di bawah sasaran indikatifnya, sementara besaran moneter lainnya, M1 dan M2, tumbuh pada tingkat yang moderat. Perkembangan positif ini telah mendorong penurunan tingkat inflasi, setelah selama dua tahun berturut-turut sempat mengalami peningkatan. Membaiknya prospek inflasi dan nilai tukar serta terkendalinya besaran moneter ini memberikan ruang gerak bagi kebijakan moneter untuk secara bertahap menurunkan suku bunga dalam rangka mendukung proses pemulihan ekonomi. Secara keseluruhan nilai tukar Rupiah dalam tahun 2002 cenderung stabil dan menguat. Nilai tukar rupiah secara rata-rata mengalami apresiasi sebesar 10,1% dan secara point-to-point mengalami apresiasi sebesar 16,2%, yaitu dari Rp10.400 per dolar menjadi Rp8.950 per dolar. Perkembangan positif nilai tukar rupiah tersebut berkaitan dengan membaiknya faktor fundamental sebagaimana tercermin pada surplus Neraca Pembayaran, berbagai faktor sentimen positif, penguatan mata uang regional dan kebijakan Bank Indonesia untuk menstabilkan nilai tukar.
Perkembangan inflasi di tahun 2002 menunjukkan kecenderungan penurunan hingga mencapai sebesar 10,03%. Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh membaiknya kinerja nilai tukar dan menurunnya ekspektasi inflasi masyarakat, serta masih rendahnya tekanan dari sisi permintaan. Sementara itu kebijakan Pemerintah di bidang harga dan pendapatan selama tahun 2002, seperti kenaikan harga BBM, TDL dan UMP, telah memberikan dampak kepada inflasi sekitar 3,31%, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, namun lebih tinggi dari perkiraan di awal tahun. Sementara itu, perkembangan uang primer selama tahun 2002 cukup terkendali dan berada di bawah target indikatifnya. Rata-rata pertumbuhan uang primer selama tahun 2002 mencapai 9,3%. Hal tersebut disebabkan oleh menurunnya permintaan uang kartal untuk berjaga-jaga, seiring dengan membaiknya kondisi makro ekonomi dan moneter, serta kondisi sosial-politik.
Terkendalinya laju inflasi dan nilai tukar dalam tahun 2002 telah memberikan ruang gerak bagi kebijakan moneter untuk secara bertahap menurunkan suku bunga dalam rangka memberikan sinyal yang positif bagi proses pemulihan ekonomi. Secara keseluruhan, dalam tahun 2002 suku bunga SBI 1 dan 3 bulan mengalami penurunan masing-masing sebesar 469 bps dan 451 bps sehingga posisinya pada akhir tahun masing-masing tercatat sebesar 12,93% dan 13,12%. Sinyal penurunan suku bunga instrumen moneter tersebut diikuti juga oleh penurunan suku bunga simpanan perbankan secara signifikan, meskipun belum sepenuhnya diikuti oleh penurunan suku bunga kredit perbankan. Lambannya penurunan suku bunga kredit perbankan disebabkan oleh faktor internal perbankan dan masih tingginya risiko di sektor riil. Perbaikan indikator-indikator moneter, yang didukung dengan berbagai kebijakan perbankan, telah mendorong perbaikan kinerja perbankan di tahun 2002, walaupun belum seperti yang diharapkan. Perbaikan tersebut tercermin dari beberapa indikator perbankan seperti peningkatan dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun, peningkatan permodalan dan CAR, perbaikan rasio NPLs serta terus berlangsungnya pemulihan fungsi intermediasi perbankan yang tercermin dari peningkatan penyaluran kredit baru termasuk kredit untuk UKM, peningkatan LDR, peningkatan pendapatan bunga kredit dan perubahan komposisi aktiva produktif perbankan.

B. Prospek dan Arah Kebijakan Tahun 2003

Indikator makro ekonomi yang membaik selama tahun 2002 diperkirakan memberikan kontribusi positif bagi perkembangan ekonomi di tahun 2003. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 3,5%-4%, lebih tinggi dari tahun 2002. Nilai tukar diperkirakan terus menguat dan bergerak pada kisaran Rp8800-Rp9200/US$.
Dengan mempertimbangkan prospek pertumbuhan ekonomi dan nilai tukar tersebut serta dampak kebijakan Pemerintah di bidang harga dan pendapatan yang diperkirakan mencapai sekitar 3,02% selama tahun 2003, maka sasaran inflasi tahun 2003 ditetapkan sebesar 9% dengan deviasi ±1%. Untuk mencapai sasaran inflasi tersebut, Bank Indonesia menetapkan pertumbuhan uang primer rata-rata sekitar 13%. Dengan prospek perkembangan tersebut, Bank Indonesia memandang masih terdapat peluang untuk membawa suku bunga ke arah yang lebih rendah. Di bidang perbankan, kebijakan di tahun 2003 akan tetap diarahkan untuk meneruskan program penyehatan perbankan dan meningkatkan ketahanan sistem perbankan dengan lebih menekankan pada pendekatan pengawasan berbasis risiko untuk mencapai kestabilan sistem keuangan. Di samping itu, dalam tahun 2003 upaya mendorong pemulihan fungsi intermediasi perbankan akan terus dilakukan melalui upaya pembentukan lembaga-lembaga yang dapat melengkapi infrastruktur keuangan antara lain seperti kredit biro, lembaga penjamin kredit, pemeringkat kredit serta melanjutkan upaya-upaya dalam rangka pemberdayaan UKM. Terkendalinya indikator moneter dan perbankan dalam tahun 2002, tidak terlepas dari adanya koordinasi yang baik antara sektor fiskal, riil dan moneter. Oleh sebab itu, ke depan, Bank Indonesia memandang bahwa koordinasi yang baik tersebut perlu tetap dipertahankan guna meningkatkan efektivitas kebijakan di bidang moneter, perbankan, dan fiskal dalam mendukung pengendalian kondisi perekonomian di tahun 2003.




BAB II

INFLASI 2003 TERENDAH DALAM

LIMA TAHUN TERAKHIR

 


JAKARTA- Bila dilihat data mulai 1998 sampai 2003, maka inflasi Indonesia pada 2003 berada pada nilai terendah. Demikian dikemukakan Deputi Bidang Inflasi Badan Pusat Statistik (BPS) Ali Rosidin di Gedung BPD, kemarin.
Data BPS, lanjut dia, menunjukkan bahwa inflasi pada 1999 sebesar 2,01%, 2000 (9,35%), 2001 meningkat menjadi 12,55%, lalu menurun pada 2002 menjadi 10,03%, dan 2003 turun menjadi 5,06%.
"Nilai inflasi pada lima tahun belakangan sangat jauh berbeda dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Contohnya pada 1998 saat Indonesia mengalami krisis moneter, angka inflasinya 77,63%," tuturnya.
Nilai ekspor Indonesia pada November 2003, kata dia, 4,86 miliar dolar AS atau turun 2,60% dibandingkan dengan Oktober 2003. Secara kumulatif dari Januari sampai November, nilainya 55,59 miliar dolar AS atau naik 6,3% dari periode yang sama pada 2002.
"Ekspor nonmigas November 2003 adalah 3,8 miliar dolar AS atau turun 4,11% dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Adapun secara kumulatif, Januari-November 2003 naik 4,25% dibandingkan dengan 2002 menjadi 43,12 miliar dolar AS," ungkapnya.
"Ekspor nonmigas November 2003 adalah 3,8 miliar dolar AS atau turun 4,11% dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Adapun secara kumulatif, Januari-November 2003 naik 4,25% dibandingkan dengan 2002 menjadi 43,12 miliar dolar AS," ungkapnya.
"Impor nonmigas pada November 2003 adalah 2,06 miliar dolar AS atau turun 3,25% dibandingkan dengan Oktober 2003," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Statistik Perdagangan dan Jasa BPS Rusman Heriawan mengungkapkan, jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia melalui 13 pintu masuk selama November 2003 turun 14,20% dibandingkan dengan bulan sebelumnya dari 356.075 menjadi 305.519 orang.
"Penurunan itu lebih disebabkan oleh siklus tahunan, yaitu pada keadaan low season, yakni bulan itu banyak wisatawan mancanegara yang tidak datang," ujarnya.
Dia mengatakan, penurunan jumlah wisatawan mancanegara terjadi pada hampir semua pintu masuk. Penurunan tertinggi terjadi di Mataram 47,55%, disusul Polonia 30,55%, dan Tanjungpinang 25,75%.
Pintu masuk lain yang juga menurun adalah Bandara Tabing 25,07%, Sam Ratulangi 24,57%, Soekarno-Hatta 24,15%, Juanda 22,54%, dan Tanjung Priok 15,51%. Pintu masuk Ngurah Rai dan Batam juga turun masing-masing 13,70% dan 4,60%.
"Kenaikan jumlah wisatawan mancanegara hanya terjadi di dua pintu masuk, yaitu Entikong 5,22% dan Adi Soemarmo 4,72%," jelasnya.
Tingkat penghunian kamar hotel berbintang di 10 daerah tujuan wisata Indonesia, ujar dia, pada Oktober 2003 rata-rata 43,67% atau turun 1,48 poin dibandingkan dengan bulan sebelumnya, yaitu 45,15%.(bn-53j)

Tahun
Tingkat Inflasi
1998
77,63%
1999
2,01%
2000
9,35%
2001
12,55%
2002
10,03%
2003
5,06%



BAB III

INFLASI 2003 LEBIH RENDAH DARI TARGET


Astaga!Finance - Laju inflasi rata-rata tahun 2003 ini diperkirakan akan lebih rendah dari enam persen seperti yang ditargetkan pemerintah dalam UU tentang APBN Perubahan 2003.
Laju inflasi tahun kalender (Januari sampai November 2003) mencapai 4,08 persen dan inflasi year on year (November 2002 sampai November 2003) sebesar 5,33 persen. Sedangkan inflasi yang terjadi selama November 2003 mencapai 1,01 persen."Selama dua tahun terakhir, inflasi pada Desember biasanya lebih rendah dari November. Kalau inflasi tahun kalender 4,08 persen dan inflasi November 1,01 persen, diharapkan inflasi selama tahun ini akan berada di bawah target pemerintah," kata Kepala Badan Pusat Statistik   (BPS) Soedarti Surbakti dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (1/12).
Dikatakan, inflasi yang relatif rendah pada November didorong oleh terkendalinya harga beras, gula pasir, telur, dan cabe merah. Bahkan, harga komoditas tersebut cenderung turun.
Sedangkan harga bahan kebutuhan lain yang biasanya melonjak drastis selama bulan puasa hingga Lebaran, seperti daging ayam ras dan daging sapi, pada tahun ini harganya juga terkendali.
Beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga, antara lain daging ayam ras, minyak goreng, kelapa, angkutan antarkota, angkutan dalam kota, daging sapi, pisang, bawang merah, gaun, serta beberapa jenis sayur-mayur, seperti bayam, buncis, kacang panjang, kangkung, ketimun, dankol.
Sedangkan, komoditas yang mengalami penurunan harga adalah beras, telur ayamras, cabai merah, dan dula pasir. Inflasi tersebut, lanjut Soedarti, disebabkan adanya kenaikan pada kelompok pengeluaran bahan makanan sebesar 0,53 persen, sandang 0,18 persen, transportasi dan komunikasi 0,12 persen, perumahan 0,10 persen, makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau 0,07 persen, dan kesehatan 0,01 persen. Sedangkan, kelompok pengeluaran pendidikan, rekreasi, dan olahraga relatif stabil pada nol persen.
Dari 43 kota yang disurvei, tercatat 42 kota mengalami inflasi dan hanya satu kota yang mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Ambon sebesar 3,45 persen dan terendah di Pematang Siantar sebesar 0,19 persen. Sedangkan, deflasi terjadi di Lhokseumawe sebesar0,14persen.Sementara itu, nilai ekspor Indonsia pada Oktober 2003 tercatat US$ 4,99 miliar atau turun 1,06 persen bila dibandingkan dengan nilai ekspor di bulan sebelumnya yang mencapai US$ 5,05 miliar. Sedangkan, nilai ekspor selama Januari sampai Oktober 2003 sebesar US$ 50,73 miliar atau meningkat enam persen bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Ekspor nonmigas pada Oktober 2003 mencapai US$ 3,97 miliar atau naik 2,05 persen bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Sedangkan ekspor migas menurun 11,51 persen, yakni dari US$ 1,15 miliar pada Septem-ber 2003 menjadi US$ 1,02 miliar. Penurunan terbesar terjadi pada ekspor hasil minyak sebesar 38,4 persen, diikuti ekspor gas alam sebesar 9,98 persen, dan ekspor minyak mentah pun turun 6,66 persen. Penurunan ekspor minyak mentah ini terjadi karena penurunan volume ekspor sebesar 14 persen, sementara harganya justru naik dari US$ 26,88 per barel menjadi US$ 29,21 perbarel.
Untuk ekspor nonmigas, Amerika Serikat tetap tercatat sebagai negara tujuan ekspor utama Indonesia dengan nilai US$ 5,97 miliar selama periode Januari sampai Oktober 2003.
Kemudian, disusul Jepang dengan US$ 5,54 miliar, serta Singapura sebesar US$ 3,93 miliar. Apabila dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya, terjadi penurunan ekspor ke Amerika SerikatdanSingapura. Pada tahun 2002, nilai ekspor selama Januari sampai Oktober mencapai US$ 6,16 miliar dan Singapura US$ 4,04 miliar. Sedangkan, ekspor ke Jepang selama periode yang sama justru meningkat dari US$ 5,32 miliarmenjadi US$ 5,54 miliar. Cina yang menduduki posisi keempat negara tujuan ekspor nonmigas juga mencatat peningkatan dari US$ 1,82 miliar menjadi US$ 2,13 miliar. Selanjutnya, nilai impor selama Oktober 2003 mencapai US$ 2,75 miliar atau turun 1,57 prrsen bila dibanding bulan sebelumnya. Sedangkan, nilai impor selama periode Januari sampai Oktober 2003 mencapai US$ 26,87 miliar atau meningkat 5,84 persen dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya.
Selama Januari sampai Oktober 2003, impor nonmigas terbesar terjadi pada mesin dan pesawat mekanik dengan nilai US$ 3,39 miliar atau mencapai 16,49 persen dari total impor nonmigas.
Sedangkan, pemasok barang terbesar ditempati Jepang dengan nilai US$3,48 miliar dengan pangsa 16,9 persen, diikuti Amerika Serikat 10,77 persen, dan Cina 9,11 persen.
·               Nilai ekspor Indonesia bulan Oktober 2003 mengalami penurunan 1,06 persen dibanding bulan September 2003, yaitu dari US$ 5,05 milyar menjadi US$ 4,99 milyar. Sementara itu selama Januari ? Oktober 2003, ekspor mencapai US$ 50,73 milyar atau meningkat 6,00 persen dibanding periode yang sama tahun 2002.
·               Ekspor Non-Migas bulan Oktober 2003 mencapai US$ 3,97 milyar atau naik 2,05 persen terhadap bulan sebelumnya, dan secara kumulatif Januari - Oktober 2003 meningkat 3,40 persen dibanding periode yang sama tahun 2002.
·               Nilai impor Indonesia bulan Oktober 2003 mencapai US$ 2,75 milyar, atau menurun 1,57 persen dibanding impor bulan lalu sebesar US$ 2,79 milyar, sedangkan selama Januari?Oktober 2003 nilai impor mencapai US$ 26,87 milyar atau meningkat 5,84 persen dibanding impor periode yang sama tahun 2002 sebesar US$ 25,39 milyar.
·               Impor non migas bulan Oktober 2003 mencapai US$ 2,13 milyar atau meningkat 0,49 persen dibanding bulan September 2003, sedangkan selama Januari-Oktober 2003 mencapai US$ 20,57 milyar atau meningkat 2,52 persen.
·        Pada bulan November 2003 terjadi inflasi 1,01 persen. Dari 43 kota IHK tercatat 42 kota mengalami inflasi, dan satu kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Ambon sebesar 3,45 persen, dan inflasi terendah di Pematang Siantar 0,19 persen. Sedangkan satu kota yang mengalami deflasi adalah Lhokseumawe sebesar 0,14 persen.
·        Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga pada enam kelompok barang dan jasa masing-masing sebagai berikut : kelompok bahan makanan naik sebesar 2,24 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau 0,32 persen, kelompok perumahan 0,42 persen, kelompok sandang 2,29 persen, kelompok kesehatan 0,16 persen, dan kelompok transpor & komunikasi 1,06 persen. Sedangkan kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga mengalami deflasi 0,03 persen.
·        Laju inflasi tahun kalender (Januari-November) 2003 sebesar 4,08 persen, sedangkan inflasi ?year on year? (November 2003 terhadap November 2002) sebesar 5,33 persen.
·        Pada bulan Nopember 2003, rata-rata harga gabah ditingkat penggilingan untuk kualitas gabah kering panen (GKP) berada diatas harga pembelian pemerintah (HPP), sedangkan harga gabah kering simpan (GKS) dan gabah kering giling (GKG) masih berada dibawah HPP. Dibanding Oktober 2003, hanya kualitas GKS harganya mengalami kenaikan, sedangkan kualitas lainnya mengalami penurunan harga, yaitu GKS naik 0,67 persen; GKP turun 1,93 persen; dan gabah di luar kualitas turun 2,14 persen.
·        Persentase harga gabah ditingkat petani yang dibawah HPP naik, yaitu dari 50,68 % pada Oktober 2003 menjadi 57,99 % pada Nopember 2003. Persentase gabah petani kualitas rendah juga naik yaitu dari 6,22 % pada Oktober menjadi 7,06 % pada Nopember 2003.
·        Berdasarkan 538 observasi gabah di 13 propinsi pada Nopember 2003, harga gabah terendah ditingkat petani adalah Rp.800,00/kg dijumpai di Sulawesi Selatan (Ciliwung, kualitas GKP). Sedangkan harga tertinggi sebesar Rp.1600,00/kg dijumpai di Jawa Barat (GKS), Kalimantan Tengah (GKS), dan Kalimantan Timur (GKG).
·        Kesejahteraan petani secara relatif turun 0,41 persen pada September 2003 karena indeks Nilai Tukar Petani (NTP) turun dari 115,26 pada Agustus 2003 menjadi 114,78 pada September 2003. Penurunan ini disebabkan petani tanaman pangan dan tanaman perkebunan rakyat hanya mampu menjual hasil produksinya 2,63 persen lebih tinggi dibanding harga bulan Agustus 2003, namun pada saat yang sama, harga rata-rata barang dan jasa untuk konsumsi rumahtangga pedesaan maupun keperluan produksi pertanian di Indonesia naik 3,06 persen.
·        Dari 12 propinsi yang diamati selama bulan September 2003, Kenaikan NTP tertinggi terjadi di Jawa Tengah (3,20 persen), karena harga kubis putih naik 41,89 persen, sedangkan penurunan terbesar di Nusa Tenggara Barat (minus 4,06 persen) karena harga cabe rawit turun 36,23 persen.
·        NTP September 2003 (year-on-year) naik 2,80 persen terhadap September 2002 karena sebagian besar harga komoditi pertanian mengalami kenaikan.
·            Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Indonesia melalui 13 pintu masuk pada bulan Oktober 2003 mencapai 356,1 ribu orang, atau naik 2,85 persen dibanding jumlah wisman bulan September 2003 sebesar 346,2 ribu orang. Namun jumlah wisman yang datang ke Bali pada bulan yang sama mengalami penurunan 8,30 persen dari 112,2 ribu orang menjadi 102,9 ribu orang.
·            Jumlah penumpang kereta api bulan Oktober 2003 mencapai 13,40 juta orang, atau naik sebesar 3,96 persen dibanding bulan September 2003, sedangkan angkutan barang mencapai 1,51 juta ton, atau naik 1,82 persen. Selama Januari-Oktober 2003, jumlah penumpang mencapai 126,43 juta orang dan barang 13,61 juta ton, atau masing-masing menurun 15,07 persen dan 6,26 persen dibanding periode yang sama tahun 2002.
·            Jumlah penumpang pelayaran dalam negeri bulan Oktober 2003 mencapai 1,12 juta orang, yang berarti naik 2,73 persen dibanding bulan September 2003, sedangkan angkutan barang mencapai 15,90 juta ton atau naik 4,69 persen. Selama Januari-Oktober 2003 jumlah penumpang mencapai 11,68 juta orang atau turun 14,12 persen, sedangkan barang mencapai 141,60 juta ton atau naik 11,16 persen dibanding periode yang sama tahun 2002.
·            Jumlah penumpang angkutan udara tujuan luar negeri (internasional) bulan Oktober 2003 mencapai 395,1 ribu orang, yang berarti naik 2,74 persen dibanding bulan September 2003, sedangkan penumpang domestik mencapai 1,50 juta orang atau naik 2,62 persen. Selama Januari-Oktober 2003 jumlah penumpang internasional mencapai 3,49 juta orang (turun 14,80 persen) dan penumpang domestik mencapai 14,39 juta orang (naik 46,86 persen).
·        PDB Indonesia pada triwulan III tahun 2003 meningkat sebesar 2,93 persen terhadap triwulan II tahun 2003. Pertumbuhan PDB triwulan III tahun 2003 ini terjadi pada semua sektor ekonomi.
·        PDB Indonesia pada triwulan III tahun 2003 dibandingkan triwulan yang sama tahun 2002 mengalami pertumbuhan sebesar 3,93 persen.
·        Secara kumulatif, pertumbuhan PDB triwulan I sampai dengan triwulan III tahun 2003 tumbuh sebesar 3,69 persen dibandingkan dengan triwulan I sampai dengan triwulan III Tahun 2002.
·            Indeks Tendensi Bisnis (ITB) pada triwulan III-2003 (Juli-September 2003) untuk Jabotabek, Luar Jabotabek dan Indonesia berada diatas angka 100, yaitu masing-masing 116,33, 110,21, dan 111,41. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi bisnis untuk Jabotabek, Luar Jabotabek, dan Indonesia pada triwulan III-2003 lebih baik/meningkat dibanding triwulan II-2003 (April-Juni 2003).
·            Indeks Tendensi Konsumen (ITK) triwulan III-2003 (Juli-September 2003) di Jabotabek diatas angka 100, yaitu 114,17. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi ekonomi konsumen pada triwulan III-2003 di Jabotabek lebih baik/meningkat dibanding triwulan II-2003 (April-Juni 2003).
·            Nilai ekspor Indonesia bulan September 2003 kembali menembus angka US$ 5 milyar, tepatnya US$ 5,05 milyar atau 1,52 persen dari ekspor bulan lalu yang hanya mencapai US$ 4,97 milyar. Secara kumulatif Januari – September 2003 ekspor meningkat 7,49 persen dibanding periode yang sama tahun 2002.
·            Ekspor Non-Migas bulan September 2003 mencapai US$ 3,89 milyar atau naik 4,54 persen terhadap bulan sebelumnya, dan secara kumulatif Januari - September 2003 meningkat 4,41 persen dibanding periode yang sama tahun 2002.
·            Nilai impor Indonesia bulan September 2003 mencapai US$ 2,79 milyar, atau meningkat 2,89 persen dibanding impor bulan lalu sebesar US$ 2,72 milyar, sedangkan selama Januari–September 2003 nilai impor mencapai US$ 24,14 milyar atau meningkat 8,33 persen dibanding impor periode yang sama tahun 2002 sebesar US$ 22,28 milyar.
·            Impor non migas bulan September 2003 mencapai US$ 2,12 milyar atau meningkat 6,10 persen dibanding bulan Agustus 2003, sedangkan selama Januari-September 2003 mencapai US$ 18,47 milyar atau meningkat 4,34 persen.



·        Pada bulan Oktober 2003 terjadi inflasi 0,55 persen. Dari 43 kota IHK tercatat 39 kota mengalami inflasi, dan 4 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Padang sebesar 1,82 persen, dan inflasi terendah di Bengkulu 0,02 persen. Sedangkan deflasi terbesar terjadi di Palu sebesar 0,73 persen dan deflasi terkecil di Manado 0,02 persen.
·        Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga pada semua kelompok barang dan jasa masing-masing sebagai berikut : kelompok bahan makanan naik sebesar 1,78 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau 0,03 persen, kelompok perumahan 0,30 persen, kelompok sandang 0,25 persen, kelompok kesehatan 0,30 persen, kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,13 persen, dan kelompok transpor & komunikasi 0,03 persen.
·        Laju inflasi tahun kalender (Januari-Oktober) 2003 sebesar 3,05 persen, sedangkan inflasi “year on year” (Oktober 2003 terhadap Oktober 2002) sebesar 6,22 persen.
·            Berdasarkan 659 observasi gabah di 13 propinsi pada Oktober 2003, harga gabah terendah ditingkat petani adalah Rp.1.000,00/kg dijumpai di Jawa Barat (IR-64, kualitas Gabah Kering Panen), dan di NTB (IR-66, kualitas Gabah Kering Simpan). Sedangkan harga tertinggi sebesar Rp.1.650,00/kg di Jawa Barat (IR-64, kualitas gabah kering simpan).
·            Secara umum, harga dan kualitas gabah di bulan Oktober 2003 agak memburuk karena 50,68 persen jumlah transaksi gabah petani, harganya di bawah HPP (hanya 44,14 persen pada September 2003) dan persentase jumlah gabah kualitas rendah naik yaitu dari 4,61 persen pada September menjadi 6,22 persen pada Oktober 2003.

·            Nilai Tukar Petani (NTP) pada Agustus 2003 secara nasional naik 1,35 persen, yaitu dari 113,72 menjadi 115,26. Hal ini disebabkan petani tanaman pangan dan tanaman perkebunan rakyat mampu menjual hasil produksinya 1,96 persen lebih tinggi dibanding harga bulan Juli 2003, sedangkan harga rata-rata barang dan jasa untuk konsumsi rumahtangga pedesaan maupun keperluan produksi pertanian di Indonesia hanya naik 0,60 persen.
·            Dari 16 propinsi yang diamati selama bulan Agustus 2003, Kenaikan NTP tertinggi terjadi di Jawa Tengah (3,39 persen), karena harga cabe merah naik 23,59 persen, sedangkan penurunan terbesar di Jawa Timur (minus 5,44 persen) karena harga tembakau rajangan turun 32,32 persen.
·            Naiknya sebagian besar harga komoditi pertanian selama setahun terakhir menyebabkan NTP Agustus 2003 naik 5,66 persen terhadap Agustus 2002.
·            Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Indonesia melalui 13 pintu masuk pada bulan September 2003 mencapai 346,2 ribu orang, atau turun 5,98 persen dibanding jumlah wisman bulan Agustus 2003 sebesar 368,2 ribu orang.
·            Jumlah wisman yang datang ke Bali pada bulan September 2003 juga mengalami penurunan dari 121,2 ribu orang menjadi 112,2 ribu orang, atau turun 7,42 persen.
·            Jumlah penumpang kereta api bulan September 2003 mencapai 12,9 juta orang, atau naik tipis 0,53 persen dibanding bulan Agustus 2003, sedangkan angkutan barang mencapai 1,48 juta ton, atau turun 6,91 persen. Selama Januari-September 2003, jumlah penumpang mencapai 113,0 juta orang dan barang 12,1 juta ton, atau masing-masing menurun 15,80 persen dan 7,28 persen dibanding periode yang sama tahun 2002.
·            Jumlah penumpang untuk pelayaran dalam negeri bulan September 2003 mencapai 1,09 juta orang, yang berarti turun 15,86 persen dibanding bulan Agustus 2003, sedangkan angkutan barang mencapai 15,19 juta ton atau naik 4,75 persen. Selama Januari-September 2003 jumlah penumpang mencapai 10,56 juta orang atau turun 13,99 persen, sedangkan barang mencapai 125,70 juta ton atau naik 11,03 persen dibanding periode yang sama tahun 2002.
·            Jumlah penumpang angkutan udara tujuan luar negeri (internasional) bulan September 2003 mencapai 385,0 ribu orang, yang berarti turun 4,58 persen dibanding bulan Agustus 2003, sedangkan penumpang domestik mencapai 1,46 juta orang atau naik 5,49 persen. Selama Januari-September 2003 jumlah penumpang internasional mencapai 3,09 juta orang (turun 16,08 persen) dan penumpang domestik mencapai 12,89 juta orang (naik 51,75 persen).


·            Nilai ekspor Indonesia bulan Agustus 2003 mencapai US$ 4,97 milyar. Walaupun mengalami penurunan 5,35 persen dibanding bulan lalu, tetapi tetap lebih tinggi 0,86 persen dibanding ekspor Agustus 2002. Secara kumulatif ekspor Januari – Agustus 2003 masih meningkat 8,75 persen dibanding periode yang sama tahun 2002.
·            Nilai impor Indonesia bulan Agustus 2003 mencapai US$ 2,72 milyar, atau meningkat 6,93 persen dibanding impor bulan Juli sebesar US$ 2,54 milyar, sedangkan selama Januari–Agustus 2003 nilai impor mencapai US$ 21,28 milyar atau meningkat 9,54 persen dibanding impor periode yang sama tahun 2002 sebesar US$ 19,42 milyar.
·        Pada bulan September 2003 terjadi inflasi 0,36 persen. Dari 43 kota IHK tercatat 31 kota mengalami inflasi, dan 12 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Balikpapan sebesar 2,49 persen, dan inflasi terendah di Sampit 0,04 persen. Sedangkan deflasi terbesar terjadi di Padang Sidempuan sebesar 1,85 persen dan deflasi terkecil di Kupang 0,03 persen.
·        Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga pada kelompok-kelompok barang dan jasa sebagai berikut: kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau sebesar 0,34 persen, kelompok perumahan 1,03 persen, kelompok sandang 0,64 persen, kelompok kesehatan 0,63 persen, kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga 1,62 persen, dan kelompok transpor & komunikasi 0,05 persen. Sedangkan kelompok bahan makanan mengalami penurunan harga sebesar 0,52 persen.
·        Laju inflasi tahun kalender (Januari-September) 2003 sebesar 2,48 persen, sedangkan inflasi “year on year” (September 2003 terhadap September 2002) sebesar 6,20 persen.
·            Berdasarkan 521 observasi gabah di 12 propinsi pada September 2003, harga gabah terendah ditingkat petani adalah Rp.850,00/kg dijumpai di Sulawesi Selatan (IR-66, kualitas GKP). Sedangkan harga tertinggi sebesar Rp.1700,00/kg di Jambi (Lokal, kualitas GKG), dan di Jawa Tengah (IR-64, kualitas GKS).
·            Dibanding Agustus 2003, harga GKS naik 3,42 persen; GKP naik 0,38 persen; dan gabah kualitas rendah naik 0,36 persen. Namun harga GKG turun 1,26 persen.
·            Selama September 2003 ditemui 44,14 persen harga gabah ditingkat petani yang di bawah HPP, berarti membaik dibanding Agustus 2003 yang sebanyak 54,94 persen.
·            Kualitas gabah juga membaik karena persentase gabah petani yang berkualitas rendah turun, yaitu dari 10,91 % pada Agustus menjadi 4,61 % pada September 2003.
·        Nilai Tukar Petani (NTP) pada Juli 2003 secara nasional turun 3,09 persen, yaitu dari 117,34 (Juni 2003) menjadi 113,72 (Juli 2003). Penurunan relatif kesejahteraan petani ini disebabkan petani hanya mampu menjual hasil produksinya dengan harga 3,25 persen lebih rendah dibanding harga bulan Juni 2003, sementara harga rata-rata barang dan jasa untuk konsumsi rumahtangga pertanian dan keperluan produksi pertanian hanya turun 0,17 persen.
·        Dari 17 propinsi yang diamati selama bulan Juli 2003, Kenaikan NTP tertinggi terjadi di Kalimantan Barat (2,85 persen), karena harga jeruk siam naik 16,67 persen, sedangkan penurunan terbesar di Jawa Timur (minus 10,03 persen) karena turunnya harga tembakau (minus 25 persen).
·        Naiknya sebagian besar harga komoditi pertanian selama setahun terakhir menyebabkan NTP Juli 2003 naik 3,41 persen (year-on-year) terhadap Juli 2002.

·            Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Indonesia melalui 13 pintu masuk pada bulan Agustus 2003 mencapai 368,2 ribu orang, atau naik tipis 0,89 persen dibanding jumlah wisman bulan Juli 2003 sebesar 365,0 ribu orang.
·            Jumlah wisman yang datang ke Bali pada bulan Agustus 2003 ini juga mengalami kenaikan dari 117,6 ribu orang menjadi 121,2 ribu orang, atau naik 3,07 persen.
·            Jumlah penumpang kereta api bulan Agustus 2003 mencapai 12,8 juta orang, yang berarti turun 8,14 persen dibanding bulan Juli 2003, sedangkan angkutan barang mencapai 1,59 juta ton, atau naik 17,83 persen. Selama Januari-Agustus 2003, jumlah penumpang mencapai 100,1 juta orang dan barang 10,6 juta ton, atau masing-masing menurun 16,66 persen dan 8,18 persen dibanding periode yang sama tahun 2002.
·            Jumlah penumpang untuk pelayaran dalam negeri bulan Agustus 2003 mencapai 1,29 juta orang, yang berarti naik 5,43 persen dibanding bulan Juli 2003, sedangkan angkutan barang mencapai 14,50 juta ton atau naik 7,89 persen. Selama Januari-Agustus 2003 jumlah penumpang mencapai 9,47 juta orang atau turun 13,74 persen, sedangkan barang mencapai 110,54 juta ton atau naik 10,84 persen dibanding periode yang sama tahun 2002.

BAB IV
HARGA BBM NAIK, MAMPUKAH INFLASI DIKENDALIKAN?

JAKARTA- Meskipun bisa dipastikan pemerintah akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada tahun 2005 ini, tetapi sampai saat ini belum ada kepastian kapan kebijakan tersebut akan diberlakukan.
Ketidakpastian kini malah menimbulkan masalah baru karena masyarakat dan pelaku usaha sudah telanjur mengantisipasi rencana kenaikan tersebut dengan cara menahan dan menimbun barang sehingga memicu inflasi tinggi.
Harga BBM belum dinaikkan, tetapi harga-harga barang kebutuhan banyak dikeluhkan masyarakat sudah mulai merangkak naik. Setidaknya itu tercermin dari laju inflasi pada Januari 2005 yang tinggi mencapai 1,43 persen. Salah satu faktornya adalah ketidak pastian kebijakan pemerintah soal harga BBM ini.
Pernyataan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Sri Mulyani Indrawati bahwa kenaikan harga BBM kemungkinan terbesar akan dilakukan pada kuartal I 2005, juga belum bisa menjawab kepastian yang ditunggu masyarakat. Pemerintah tampaknya masih mencari waktu yang pas untuk menaikkan harga BBM ini. Bukan soal mudah memang karena kenaikan harga BBM bisa menjadi isu sensitif di masyarakat. Secara ekonomis, barangkali dampak kenaikan harga BBM bisa diperhitungkan, tetapi secara politik efek kebijakan ini bisa membesar.
Inilah barangkali yang membuat pemerintah sangat berhati-hati dan penuh perhitungan, meskipun jauh hari Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan kenaikan harga BBM akan dilakukan diawal tahun dan besarannya sekitar 40 persen.
Departemen Keuangan memang telah menyiapkan beberapa skenario besaran kenaikan harga BBM. Besarannya beragam, rata-rata kenaikan harga BBM yang ditentukan sebesar 10 persen, 25persen, 35persen, dan 40persen.
“Demikian pula waktu kenaikannya juga berbeda-beda. Ada yang awalnya Januari, Februari atau Maret 2005. Tetapi skema kenaikan harga BBM ini belum diputuskan oleh sidang kabinet,” kata Dirjen Anggaran Departemen Keuangan Achmad Rochjadi. Dari berbagai skenario tersebut, mana yang akan dipilih pemerintah? Sri Mulyani menyebutkan tergantung dua faktor, yakni masalah waktu kenaikan dan harga minyak internasional.“Soal waktu kenaikan akan mempengaruhi besaran subsidi yang harus dikeluarkan dan berapa total subsidi sampai akhir tahun yang akan kita anggarkan. Selain kenaikan harga BBM juga akan dipengaruhi harga minyak mentah dunia. Saat ini harga minyak masih berkisar antara US$ 40-US$ 45 per barel. Sementara itu, harga minyak di APBN yang disetujui masih diangka US$ 24 per barel,” ujarnya.Masih rendahnya penerimaan negara di APBN menyebabkan pemerintah mengambil cara praktis untuk mengurangi beban anggaran. Cara praktis tersebut adalah dengan mengurangi alokasi subsidi BBM di APBN, sehingga kenaikan harga BBM tidak bisa dihindari.
Pertimbangan untuk mengurangi subsidi BBM tersebut adalah karena subsidi selama ini salah sasaran. Berdasarkan survei yang dilakukan Bappenas, pemberian subsidi BBM selama ini salah sasaran dan justru dinikmati oleh kelompok masyarakat kaya. Dengan skema subsidi yang berlaku saat ini, 20 persen kelompok kaya menikmati 50 persen subsidi, sementara 20 persen kelompok masyarakat miskin hanya menikmati 6 persen subsidi.
Jadi misalnya subdisi BBM pada tahun 2004 lalu yang naik menjadi Rp 60 triliun, sekitar Rp 30 triliun akan dinikmati oleh 20 persen kelompok kaya, dan hanya Rp 2 triliun yang dinikmati penduduk miskin.
Untuk minyak tanah misalnya, berdasarkan survei Bappenas, ditemukan 20 persen penduduk kaya menikmati 55 persen subsidi, sementara 20 persen penduduk miskin hanya menikmati 10 persen subsidi.
Namun sayangnya, pengurangan subsidi BBM tersebut tidak disertai dengan program kompensasi yang bisa dinikmati langsung oleh masyarakat miskin yang terkena dampak langsung kenaikan harga BBM. Dari sejumlah program kompensasi yang dilakukan pemerintah selama ini, hanya beberapa saja yang mencapai sasaran.
Berdasarkan evaluasi Bappenas terhadap 11 program kompensasi kenaikan harga BBM pada tahun 2003 ternyata hanya beberapa program saja yang bisa mencapai orang miskin.
Sebagian besar salah sasaran bahkan tidak ada hubungannya dengan kelompok masyarakat miskin.
Program kompensasi di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Kementerian Koperasi dan UKM pada tahun 2003, misalnya kurang terlaksana dengan baik. Program lain yang kurang berhasil adalah program kompensasi sektor transportasi karena pengusaha angkutan menolak program tersebut. Dana untuk program itu kemudian dikembalikan ke Departemen Perhubungan untuk membeli bus.Berdasarkan pengalaman tersebut, kata Kepala Bappenas Sri Mulyani, pelaksanaan program dana kompensasi pada tahun 2005 hanya akan akan difokuskan kepada program yang berhasil. Selain itu, beberapa skema atau program baru yang saat ini sedang dirumuskan.
Program yang sudah pasti akan dilaksanakan adalah program bidang pendidikan dan program kesehatan. Program pendidikan ditujukan untuk melaksanakan wajib belajar sembilan tahun.
Sementara itu, program bidang kesehatan akan difokuskan kepada upaya mengurangi tingkat kematian bayi di bawah lima tahun dan tingkat kematian ibu melahirkan serta kemungkinan membebaskan biaya untuk kelas tiga perawatan dirumah sakit bagi kelompok masyarakat miskin.“Pemerintah sudah menyiapkan tiga program utama untuk sebagai kompensasi kenaikan harga BBM. Ketiga program tersebut adalah program pendidikan yang diarahkan untuk mendukung tujuan tercapainya wajib belajar 9 tahun terutama untuk mengurangi drop out dan mendukung keluarga miskin. Kemudian program kesehatan yang memberi jaminan pengobatan gratis bagi masyarakat miskin baik melalui asuransi dan untuk rumah sakit kelas tiga,” kata Sri Mulyani.Menurutnya, perkiraan total jumlah penduduk miskin adalah sekitar 32 juta orang. Pemerintah tengah menyiapkan mekanisme teknisnya tentang bagaimana cara untuk menentukan siapa orang miskin dan bagaimana kalau mereka harus berobat supaya mereka bisa diterima secara gratis.Program ketiga adalah program perbaikan infrastruktur di pedesaan, berupa perbaikan dan pembangunan jalan-jalan desa serta irigasi. “Itu tiga program besar, dan kita juga mempertimbangkan kembali program pemberian beras miskin (raskin),” tambahnya. Namun, program kompensasi tersebut masih diragukan bisa dijalankan secara efektif. Anggota Komisi XI DPR Rama Pratama menyebutkan tidak adanya data yang baik tentang keluarga miskin, birokrasi yang lemah dan korup, serta mekanisme pengawasan belum tersedia sebagai dasar sistem pemberian subsidi yang efektif dan efesien.
Dengan kata lain, pemberian subsidi kepada masyakarat miskin melalui program kompensasi ini belum tentu sampai kepada masyarakat yang membutuhkan dan rawan penyimpangan, apalagi pengawasan dalam pemberian subsidi kepada masyarakat miskin selama ini belum dilakukan dengan baik.
Problem lain yang perlu dibenahi pemerintah adalah menjamin kelancaran distribusi barang-barang kebutuhan masyarakat. Ini penting untuk menjaga ketersediaan barang di pasar sehingga harga-harga barang tidak mengalami kenaikan berarti setelah kenaikan harga BBM diterapkan.
Dampak kenaikan harga BBM terhadap inflasi sudah pasti ada, tetapi jika distribusi barang bisa dijamin setidaknya bisa mengurangi tekanan tersebut. Berdasarkan simulasi yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS), jika pemerintah misalnya menaikkan harga BBM sebesar 35 persen, pengaruhnya ke inflasi akan sebesar 0,37 persen sampai 0,56 persen.
Kalau pemerintah menaikkan harga BBM sebesar 65 persen, inflasi akan bertambah 1,11 persen sampai 1,30 persen. Ini belum termasuk efek psikologis. Kalau efek psikologisnya besar, inflasi bisa lebih tinggi.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) mencatat setiap kenaikan harga BBM 1 persen dapat berpotensi meningkatan inflasi antara 0,02 persen sampai 0,05 persen.
Potensi kenaikan inflasi tersebut tentu saja bisa dikurangi jangan sampai membuat inflasi meningkat lebih tinggi, karena inflasi merupakan pajak bagi masyarakat terutama yang berpendapatan tetap.
Menjaga laju inflasi pada tingkat yang rendah menjadi keharusan agar kenaikan harga BBM tidak berdampak besar bagi masyarakat miskin. Kalau inflasi tinggi, sudah tentu bagi masyarakat yang berpendapatan tetap, potensi untuk mempertahankan secara riil kualitas hidupnya akan semakin berkurang.
Tetapi mampukah pemerintah mempertahankan inflasi pada level yang rendah? Faktanya harga BBM belum dinaikkan saja, inflasi bulan Januari 2005 saja sudah begitu tinggi mencapai 1,43 persen. Bagaimana bila harga BBM sudah dinaikkan?


 







PENUTUP

Demikianlah hasil kliping yang telah kami susun. Kami selaku penyusun mengharapkan dengan penyusunan kliping ini dapat memberikan pengetahuan tentang inflasi tahun 2003 kepada para pembaca yang budiman.
Kami selaku penyusun kliping apabila terdapat kata yang salah kami mohon maaf. Kami berharap kliping yang kami buat dapat bermanfaat bagi pembaca dan menambah pengetahuan pembaca mengenai inflasi tahun 2003.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar